Menunggangi Sucinya Tradisi Dengan Kesenangan Nafsu


Bahagialah kita sebagai orang islam, mendapatkan suatu kenikmatan yang diberikan oleh Allah yaitu Bulan Suci Ramadhan. Bulan yang agung lebih baik daripada bulan yang lain, bulan penuh ampunan, penuh Kerahmatan. Bulan bahagia yang ditunggu-tunggu kedatanganya karena dalam bulan itu pahala kita di lipat gandakan menjadi seribu kali. Berbagai sambutan diberikan, ada yang menyambut dengan berdoa sebanyak-banyaknya, ada yang melakukan i’tikaf, dan aja juga sebagian yang merayakan dengan menyalakan petasan-petasan. Itulah ragam manusia yang berbeda-beda sehingga menjadikan dunia ini menjadi berwarna.
Dalam kesempatan Ramadhan tahun ini sempat saya mengutip dari cerahmnya KH. Anwar Iskandar ketika menjelang Sholat witir pada puasa ke 25 yaitu banyak-banyaklah kalian untuk membaca:
" نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالجَنَّة وَنَؤُذُبِكَ   مِنُ سَخَتِكَ وَالنَّر"
“ Aku meminta ridhoMu dan surga dan aku meminta perlidungan dari api neraka”
Setelah sebulan kemarin kita melaksanakan rukun Islam yang ketiga kita diberikan bulan kemenangan yaitu bulan Syawal. Bulan dimana kita mendapatkan sebuah kemenangan, kebersihan dan kembali suci. Bulan Syawal biasa digunakan seluruh umat Islam untuk bersilaturahmi sesama dengan saling memaafkan agar kembali pada titik nol.  Tradisi silaturahmi atau halal bi halal sudah menjadi adat yang turun temurun sejak dulu, saling mendatangi rumah untuk bersalam-salaman. Nah, disini ada beberapa pesan yang saya kutip ketika bersilatuhami yaitu Makanlah yang disuguhkan ketika kamu bersilaturahmi, itu sebagai bukti ketika kita diakhirat nanti kalau di tanya Malaikat. Ada sebuah riwayat yang menagatakan bahwa makan dan duduk bersama orang alaim akan menjadi syafaa nanti di akhirat.
Tentang tradisi, namun bagaimana ketika tradisi itu menjadi sirna seiring bergesernya waktu. Sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita kata-kata halal bi halal, yang biasa digunakan untuk saling memaafkan dan bersalam-salaman. Kali ini tidak seperti yang kita pikirkan, halal bi halal digunakan sebagai sarana pemerolehan ijin. Hanya labelnya baik namun isinya tidak sesuai label, ibarat seperti Roti sisir tapi rasanya ketela.
Dekat-dekat ini seperti yang terjadi di salah satu tempat acara suci halal bi halal malah digunakan sebagai sarana bersenang-senang, bukan dengan menanggap pengajian atau sholawatan tetapi menanggap orkes. Miris sekali jika mendengarnya apalagi melihatnya.  Apa namanya jika bukan mengotori tradisi suci ? Baru beberapa hari selesai melaksanakan/ meninggalkan sementara bulan suci lalu bermaksiat lagi. Orkes tersebut bukan dinikmati oleh para pemuda , namun dari semua kalangan usia, lebih parahnya lagi orang tua yang seharusnya mendidik anaknya malah datang dan menikmati dengan berjoget di depan panggung, ada juga pemuda yang sambil minum-minuman keras, ngefly berjoget sambil berpanggulan.
Pelan tapi pasti, perlahan akan pupus  tradisi suci halal bi halal ini dan dianggap sebagai suatu tradisi yang sekedar ada yang biasa dilakukan setelah ramadhan. Bukan menyambut bahagia dengan bersyukur, tapi malah berbalik. Pelan-pelan dogma-dogma yang secara tidak langsung ini menggerogoti para generasi muda yang seharusya bersemangat mentradisikan. Lebih-lebih anak-anak yang ikut senang menikmati akan menjadi ketagihan dengan menangap atau menghadirkan lagi orkes di tahun yang akan datang. Lantas salah siapa ini?
Sebagai sesama muslim kita  saling mengingatkan dalam kebaikan. Ayolah kita bangun bersama-sama generasi penerus kita dengan mentradisikan ajaran-ajaran baik dari nenek moyang dan jangan sampai kita terlena seiring perkembangan zaman.

Comments

Popular Posts