MEMBUMIKAN HUKUM ISLAM MELALUI MAQASID SYARI’AH
REVIEW BUKU MEMBUMIKAN HUKUM ISLAM
MELALUI MAQASID SYARI’AH
Disusun untuk memenuhi tugas UTS Mata Kuliah
“Tarikh Tasryri’”
Dosen Pengampu:
Muhammad Al-Fueqon M.Pd.I
Disusun Oleh :
Tasi' Nugroho M
JURUSAN SYARIAH PRODI AHWAL AL - SYAKHSIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) KEDIRI
2018
Judul Buku : Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah
Pengarang : Jasser Auda
Penerjemah : Rosidin dan Ali Abd el-Munin
Penerbit : MIZAN
Tahun Terbit : 2015
Tebal Buku : 356 halaman
Buku ini sebuah rancangan tentang membumikan hukum Islam melalui maqasid syariah bagi para intelektual Islam dari seluruh dunia. Buku ini sangat bermanfaat untuk dikaji, dikarenakan umat muslim saat ini sedang menghadapi tantangan dinamika kontemporer atau tantangan hukum Islam terhadap perkembangan zaman yang sangat kompleks. Salah satu cara menghadapi tantangan tersebut adalah dengan cara mereformasi pemahaman dan penafsiran huku Islam yang sejalan dengan perkembangan pengetahuan modern.
Hukum Islam dan fiqh selalu berhubungan langsung dengan aspek realita kehidupan sehari-hari manusia. Sehingga selalu menghadapi dinamika kehidupan kontemporer. Khazanah keilmuan fiqh klasik sudah mulai tidak dapat menjawab berbagai persoalan kontemporer yang kompleks akibat perkembangan zaman. Sehingga diperlukannya solusi agar dapat menyelesaikan setiap persoalan saat ini.
Berdasarkan penjelasan diatas, Jasser Auda melalui buku ini menggunakan maqasih syariah sebagai basis tolak filosofis berpikirnya dengan menggunakan pendekatan sistem sebagai metode berpikir dan pisau analisisnya. Sebuah pendekatan baru yang belum pernah terpikirkan untuk digunakan dalam diskusi tentang hukum Islam dan ushul fiqh. Sehingga dapat menjawab dinamika kontemporer melalui maqasid syariah.
Bab pertama, menjelaskan apakah maqasid syariah itu dan bagaimana peran fundamentalnya dalam kontemporeresasi hukum Islam yang dibutuhkan. Bab ini mengintroduksi definisi dan klarifikasi tradisional maupun terkini tentang maqasid syariah, serta mengelaborasi tiga fase sejarah yang dilalui oleh ide maqasid, yaitu era sahabat nabi, era peletakan fondasi mazhab fikih, dan era antara abab ke-5 dan 8 H.
Klasifikasi tradisional membagi maqasid menjadi tiga tingkatan keniscayaan, yaitu keniscayaan atau daruriat, kebutuhan atau hajiat, dan kelengkapan atau tahsiniat. Pada masa sahabat maqasid digunakan dalam hal ijtihad sahabat, contoh adalah penerapan penangguhan hukuman atas pidana pencurian pada musim kelaparan di Madinah. Umar RA berpandangan bahwa penerapan hukuman yang ditentukan nash, dalam situasi ketika masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup, tentu bertentangan dengan prinsip umum keadilan, yang di nilai Umar lebih fundamental. Jasser auda melihat contoh tersebut dari sudut pandang teknis sungguh-sunggu sebuah maksud. Dengan demikian, dari sudut pandang teknis adalah lebih sesuai menghubungakan kebijakan Umar dengan maqasid batuan sosial. Pada era sahabat teori dan klarifikasi maqasid mulai berkembang namun tidak seperti maqasid yang kita kenal saat ini. Maqasid berkembang dengan jelas saat munculnya ahli ushul fiqh, yaitu pada abad ke- 5 hingga 8 H. Pada abad k-5 H dikembangkan sebuah metode kemaslahatan mursal yang mengcangkup apa yang tidak disebutkan dalam nash agar dapat menangani kempleksiyas perkembangan peradaban. Kemaslahatan mursal membantu mengisi kesenjangan ini dan mendorong kelahiran teori maqasid syariah dalam hukum Islam. beberpa tokoh fakih yang memberi kontribusi antara lain Abu al-Maali al-Juwani (w. 478 H/1085 M), Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H/ 1111 M), Al-Izz Ibn Abd al-Salam (w. 660 H/ 1209 M), Syihab al-Din al-Qarafi (w. 684 H/ 1285 M).
Bab kedua, menjelaskan apa itu sistem dalam konteks filsafat sistem. Pendekatan filsafat sistem memandang dunia dan fungsi alam serta seluruh komponennya dalam konteks sebuah sistem holistik besar yang tersusun dari sub-sub sistem yang jumlahnya tak terhingga, yang memiliki sifat berinteraksi, terbuka, dan bertujuan. Definisi sistem adalah serangkaian interaksi unit-unit atau elemen-elemen yang membentuk sebuah keseluruhan terintegrasi yang dirancang untuk melaksanakan beberapa fungsi. Pendekatan sistem adalah sebuah pendekatan yang holistik, dimana entitas apapun dipandang sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri dari sejumlah subsistem.
Buku ini berasumsi bahwa ushul fikih adalah sebuah sistem, yang dianalisis berdasarkan sejumlah fitur. Disini Jasser menyarankan sejumlah fitur untuk sistem dan akan memberikankan argument untuk masing-masing fitur dari dua perspektif yaitu teori sistem dan teolgi Islam. lalu, analisis sistematis yang disajikan di sini akan berkisar pada enam fitur sistem yang digunakan Jaseer sebagai pisau analis, sebagaimana yang sudah penulis jelaskan dibagian atas, yaitu : watak kognitif sistem (cognitive nature of systems), kemenyeluruhan (wholeness), keterbukaan (openess), hierarki yang saling mempengaruhi (interrelated hierarchy), multidimensionalitas (multi-dimensionality) dan kebermaksudan (purposefulness).
Bab ketiga, menyajikan analisis mazhab-mazhab fikih klasik dalam konteks sejarah dan sumber pokok. Konsep fikih dan berbagai terma yang mengacu pada pengertian hukum Islam akan di dikusikan sesi pertama. Sesi kedua menyajikan kilasan skema evolusi mazhab-mazhab fikih dari era kenabian hingga era kemunduran dan mengkritik metode berbasis fitur yang digunakan dalam kategorisasi mazhab-mazhab tradisional. Adapun Sembilan mazhab fikih tradisional yang akan dibahas adalah Maliki, Hanafi, SyafiI, Hambali, Syiah Jafari, Syiah Zaidi, Zahiri, Ibadi dan Muktazilah.
Hukum Islam dalam Bahasa inggris yaitu fiqh, syariah, qanun, dan urf. Terma fikih dipahami sebagai representasi dari bagian kognitif hukum Islam, sedangkan syariat sebagai representasi dari bagian ketuhanan hukum Islam. kekaburan batas antara fikih dan syariat mengakibatkan klaim-klain kesucian terhadap hasil ijtihad hukum yang dilakukan oleh manusia, danmnyebabkan terjadinya kekerasan yang didasarkan pada tuduhan bidah dan penolakan terhadap pembaharuan hukum Islam. di sisi lain, qanun dan urf secara berturur-turut merepresentasikan sistem perundang-undangan spesifik dan adat kebiasaan.
Bab keempat, menyajikan secara garis besar telaah dan analisis terkait teori-teori yuridis 9 mazhab fikih klasik yang diakui secara luas, yaitu Maliki, Hanafi, SyafiI, Hambali, Syiah Jafari, Syiah Zaidi, Zahiri, Ibadi dan Muktazilah. Sajian analisis akan terfokus pada klasifikasi hirarki berbagai metode, secara komparatif. Beberapa contoh fikih diberikan untuk kepentingan ilustrasi. Bahasa dalam ini agak abstrak, karena sifat dasar ushul fikih, atau teori yuridis hukum Islam. sesi pertama mengintroduksi sumber-sumber pokok yurisprudensi Islam, yaitu al-quran dan hadis. Sesi kedua mengkaji dalil-dalil lingistik berbasis nas yang diaplikasikan oleh berbagai mazhab. Sesi ketiga menelaah dalil-dalil rasional, yang termasuk berbasis nas. Sesi kempat menyajikan analisis kritis tentang perbedaan tipe-tipe dan tingkatan-tingkatan hukum dan kelayakan hukum.
Pada dasarnya semua mazahab sepakat bahwa yang mejadi sumber-sumber atau nas-nas pokok dalam menggali hukum adalah al-quran dan hadis yang menjadi sumber utama yurisprudensi. Dalil-dalil linguistik berbasis nas adalah keputusan hukum yang di gali dari ungkapan khusus suatu ayat-hadis, berdasarkan salah satu kategori ungkapan Bahasa. Uangkapan atau istilah dikategorikan menurut hubungannya dengan kejelasan (wuduh), implikasi/dalalah (dilalah), dan cakupan (syumul). Uangkapan-ungkapan ini sekaligus merepresentasikan metode-metode penggalian makna/hukum, sehingga menjadi perhatian bersama diseluruh mazhab fikih. Dalil-dalil rasional berbasis nas ini mengintroduksi sumber-sumber sekunder yaitu ijmak, qiyas, kemaslahatan, istihsan, pendapat imam, pendapat sahabat, pemblokiran sarana yang mengaarah kepada mudarat (sad al-zarai), urf, pengamalan penduduk Madinah, dan asumsi kesinambungan atau istishab. Para fakih yang mengesahkan salah satu atau beberapa dari sumber-sumber sekunder ini, mendasarkan pengesahan mereka pada dalil nas juga. Jadi menurut Jasser perbedaan anatar nas dan sumber-sumber sekunder sebenarnya adalah perbedaan antara dalil lingistik dan dalil rasional, namun keduanya sama-sama didasarkan kepada nas.
Bab kelima, membahas tentang teori kontemporer hukum Islam, yang dimulai dari suatu survei klasifikasi kontemporer teori-teori hukum Islam dan menyajikan klasifikasi baru berdasarkan konsep dan multidimensional. Analisis yang disajikan bab ini akan menunjukan bagaimana teori-teori kontemporer mengesahkan atau mengkritik teori-teori klasik hukum Islam. survei klasifikasi berbagai kecenderungan dan ideology Islam saat ini masih berkisar pada tipologi tiga kelas klasik yaitu fundamentalisme, modernism, dan sekularisme. Kecenderungan-kecenderungan utama dalam teori hukum Islam kontemporer saat ini adalah tradisionalisme, modernism dan posmodernisme. Tradisionalisme mengcakup aliran-aliran tradisionalisme bermazhab, neo-tradisionalis bermazhab, neo-literalis dan teori-teori berbasis teologi. Modernis Islam mengcakup aliran-aliran reinterpretasi apologis, reinterprestasi reformis, reinterprestasi terarah oleh dialog, teori-teori terarah oleh kemaslahatan dan revisionism usul. Posmodernis mencangkup aliran-aliran pos-strukturalisme, historisme, studi legal kritis, pos-kolonialisme, neo-rasionalisme, anti-rasionalisme dan sekularisme.
Bab keenam, mengidentifikasi area-area tertentu di mana filsafat sistem dapat memberikan kontribusi terhadap ushul fikih agar hukum Islam dapat diperbaharui dan senantiasa hidup. Dengan cara menggunakan pendekatan sistem yang memanfaatkan fitur-fitur sistem yaitu watak kognitif sistem (cognitive nature of systems), kemenyeluruhan (wholeness), keterbukaan (openess), hierarki yang saling mempengaruhi (interrelated hierarchy), multidimensionalitas (multi-dimensionality) dan kebermaksudan (purposefulness) dalam hukum Islam. serta metode-metode untuk merealisasikan fitur-fitur tersebut dalam metodelogi fundamental hukum Islam. pertama, menuju validasi kognisi menegaskan bahwa ijtihad tidak boleh digambarkan sebagai perwujudan perintah tuhan, walaupun ijtihad tersebut berdasarkan ijmak dan qiyas. Kedua, menuju realisasi fitur kemenyeluruhan yang dianjurkan terhadap sistem hukum Islam, menelusuri dampak pemikiran yuridis yang didasarkan prinsip sebab-akibat, dimana sebuah hukum dianggap memiliki satu sebab atau illat berbentuk satu nas. Ketiga, menuju realisasi fitur keterbukaan dan pembaharuan diri dalam sistem hukum Islam, dengan menyarankan perubahan-perubahan hukum dengan perubahan pandangan dunia atau kultur kognitif para fakih dan keterbukaan filosofis. Keempat, menuju raihan fitur multidimensionalitas dalam sistem hukum Islam, akar-akar pemikiran biner yang mendominasi mazhab-mazhab fikih telah dilacak. Kelima, beberapa saran usuli khusus yang dibuat untuk mendukung fitur kebermaksudan dalam hukum Islam, antara lain implikasi maksud, penafsiran terhadap sumber primer, qiyas melalui maqasid, kemaslahatan yang koheren dengan maqasid, istihsan berdasarkan maqasid, pembukaan sarana untuk meraih kemaslahatan dari maqasid, urf dan maqasid universal, istishab dari perspektif maqasid, maqasid sebagai landasan umum bagu mazhab-mazhab fiqkih.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka pada bagian penutup ini penulis ingin menggarisbawahi point penting. Teori maqasid syariah dan teori sistem, yang diperkenalkan oleh Jasser Auda, telah menjadikan ushul fiqh sebagai disiplin modern, hingga mampu memberikan solusi terhadap persoalan hukum umumnya, hukum Islam khususnya. Dan dalam mengaplikasikan kedua teori ini, Jasser Auda telah menetapkan wilayah khas dan spesifik, ini telah ia uraikan dalam bukunya secara konsisten dan runtut.
MELALUI MAQASID SYARI’AH
Disusun untuk memenuhi tugas UTS Mata Kuliah
“Tarikh Tasryri’”
Dosen Pengampu:
Muhammad Al-Fueqon M.Pd.I
Disusun Oleh :
Tasi' Nugroho M
JURUSAN SYARIAH PRODI AHWAL AL - SYAKHSIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) KEDIRI
2018
Judul Buku : Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah
Pengarang : Jasser Auda
Penerjemah : Rosidin dan Ali Abd el-Munin
Penerbit : MIZAN
Tahun Terbit : 2015
Tebal Buku : 356 halaman
Buku ini sebuah rancangan tentang membumikan hukum Islam melalui maqasid syariah bagi para intelektual Islam dari seluruh dunia. Buku ini sangat bermanfaat untuk dikaji, dikarenakan umat muslim saat ini sedang menghadapi tantangan dinamika kontemporer atau tantangan hukum Islam terhadap perkembangan zaman yang sangat kompleks. Salah satu cara menghadapi tantangan tersebut adalah dengan cara mereformasi pemahaman dan penafsiran huku Islam yang sejalan dengan perkembangan pengetahuan modern.
Hukum Islam dan fiqh selalu berhubungan langsung dengan aspek realita kehidupan sehari-hari manusia. Sehingga selalu menghadapi dinamika kehidupan kontemporer. Khazanah keilmuan fiqh klasik sudah mulai tidak dapat menjawab berbagai persoalan kontemporer yang kompleks akibat perkembangan zaman. Sehingga diperlukannya solusi agar dapat menyelesaikan setiap persoalan saat ini.
Berdasarkan penjelasan diatas, Jasser Auda melalui buku ini menggunakan maqasih syariah sebagai basis tolak filosofis berpikirnya dengan menggunakan pendekatan sistem sebagai metode berpikir dan pisau analisisnya. Sebuah pendekatan baru yang belum pernah terpikirkan untuk digunakan dalam diskusi tentang hukum Islam dan ushul fiqh. Sehingga dapat menjawab dinamika kontemporer melalui maqasid syariah.
Bab pertama, menjelaskan apakah maqasid syariah itu dan bagaimana peran fundamentalnya dalam kontemporeresasi hukum Islam yang dibutuhkan. Bab ini mengintroduksi definisi dan klarifikasi tradisional maupun terkini tentang maqasid syariah, serta mengelaborasi tiga fase sejarah yang dilalui oleh ide maqasid, yaitu era sahabat nabi, era peletakan fondasi mazhab fikih, dan era antara abab ke-5 dan 8 H.
Klasifikasi tradisional membagi maqasid menjadi tiga tingkatan keniscayaan, yaitu keniscayaan atau daruriat, kebutuhan atau hajiat, dan kelengkapan atau tahsiniat. Pada masa sahabat maqasid digunakan dalam hal ijtihad sahabat, contoh adalah penerapan penangguhan hukuman atas pidana pencurian pada musim kelaparan di Madinah. Umar RA berpandangan bahwa penerapan hukuman yang ditentukan nash, dalam situasi ketika masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup, tentu bertentangan dengan prinsip umum keadilan, yang di nilai Umar lebih fundamental. Jasser auda melihat contoh tersebut dari sudut pandang teknis sungguh-sunggu sebuah maksud. Dengan demikian, dari sudut pandang teknis adalah lebih sesuai menghubungakan kebijakan Umar dengan maqasid batuan sosial. Pada era sahabat teori dan klarifikasi maqasid mulai berkembang namun tidak seperti maqasid yang kita kenal saat ini. Maqasid berkembang dengan jelas saat munculnya ahli ushul fiqh, yaitu pada abad ke- 5 hingga 8 H. Pada abad k-5 H dikembangkan sebuah metode kemaslahatan mursal yang mengcangkup apa yang tidak disebutkan dalam nash agar dapat menangani kempleksiyas perkembangan peradaban. Kemaslahatan mursal membantu mengisi kesenjangan ini dan mendorong kelahiran teori maqasid syariah dalam hukum Islam. beberpa tokoh fakih yang memberi kontribusi antara lain Abu al-Maali al-Juwani (w. 478 H/1085 M), Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H/ 1111 M), Al-Izz Ibn Abd al-Salam (w. 660 H/ 1209 M), Syihab al-Din al-Qarafi (w. 684 H/ 1285 M).
Bab kedua, menjelaskan apa itu sistem dalam konteks filsafat sistem. Pendekatan filsafat sistem memandang dunia dan fungsi alam serta seluruh komponennya dalam konteks sebuah sistem holistik besar yang tersusun dari sub-sub sistem yang jumlahnya tak terhingga, yang memiliki sifat berinteraksi, terbuka, dan bertujuan. Definisi sistem adalah serangkaian interaksi unit-unit atau elemen-elemen yang membentuk sebuah keseluruhan terintegrasi yang dirancang untuk melaksanakan beberapa fungsi. Pendekatan sistem adalah sebuah pendekatan yang holistik, dimana entitas apapun dipandang sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri dari sejumlah subsistem.
Buku ini berasumsi bahwa ushul fikih adalah sebuah sistem, yang dianalisis berdasarkan sejumlah fitur. Disini Jasser menyarankan sejumlah fitur untuk sistem dan akan memberikankan argument untuk masing-masing fitur dari dua perspektif yaitu teori sistem dan teolgi Islam. lalu, analisis sistematis yang disajikan di sini akan berkisar pada enam fitur sistem yang digunakan Jaseer sebagai pisau analis, sebagaimana yang sudah penulis jelaskan dibagian atas, yaitu : watak kognitif sistem (cognitive nature of systems), kemenyeluruhan (wholeness), keterbukaan (openess), hierarki yang saling mempengaruhi (interrelated hierarchy), multidimensionalitas (multi-dimensionality) dan kebermaksudan (purposefulness).
Bab ketiga, menyajikan analisis mazhab-mazhab fikih klasik dalam konteks sejarah dan sumber pokok. Konsep fikih dan berbagai terma yang mengacu pada pengertian hukum Islam akan di dikusikan sesi pertama. Sesi kedua menyajikan kilasan skema evolusi mazhab-mazhab fikih dari era kenabian hingga era kemunduran dan mengkritik metode berbasis fitur yang digunakan dalam kategorisasi mazhab-mazhab tradisional. Adapun Sembilan mazhab fikih tradisional yang akan dibahas adalah Maliki, Hanafi, SyafiI, Hambali, Syiah Jafari, Syiah Zaidi, Zahiri, Ibadi dan Muktazilah.
Hukum Islam dalam Bahasa inggris yaitu fiqh, syariah, qanun, dan urf. Terma fikih dipahami sebagai representasi dari bagian kognitif hukum Islam, sedangkan syariat sebagai representasi dari bagian ketuhanan hukum Islam. kekaburan batas antara fikih dan syariat mengakibatkan klaim-klain kesucian terhadap hasil ijtihad hukum yang dilakukan oleh manusia, danmnyebabkan terjadinya kekerasan yang didasarkan pada tuduhan bidah dan penolakan terhadap pembaharuan hukum Islam. di sisi lain, qanun dan urf secara berturur-turut merepresentasikan sistem perundang-undangan spesifik dan adat kebiasaan.
Bab keempat, menyajikan secara garis besar telaah dan analisis terkait teori-teori yuridis 9 mazhab fikih klasik yang diakui secara luas, yaitu Maliki, Hanafi, SyafiI, Hambali, Syiah Jafari, Syiah Zaidi, Zahiri, Ibadi dan Muktazilah. Sajian analisis akan terfokus pada klasifikasi hirarki berbagai metode, secara komparatif. Beberapa contoh fikih diberikan untuk kepentingan ilustrasi. Bahasa dalam ini agak abstrak, karena sifat dasar ushul fikih, atau teori yuridis hukum Islam. sesi pertama mengintroduksi sumber-sumber pokok yurisprudensi Islam, yaitu al-quran dan hadis. Sesi kedua mengkaji dalil-dalil lingistik berbasis nas yang diaplikasikan oleh berbagai mazhab. Sesi ketiga menelaah dalil-dalil rasional, yang termasuk berbasis nas. Sesi kempat menyajikan analisis kritis tentang perbedaan tipe-tipe dan tingkatan-tingkatan hukum dan kelayakan hukum.
Pada dasarnya semua mazahab sepakat bahwa yang mejadi sumber-sumber atau nas-nas pokok dalam menggali hukum adalah al-quran dan hadis yang menjadi sumber utama yurisprudensi. Dalil-dalil linguistik berbasis nas adalah keputusan hukum yang di gali dari ungkapan khusus suatu ayat-hadis, berdasarkan salah satu kategori ungkapan Bahasa. Uangkapan atau istilah dikategorikan menurut hubungannya dengan kejelasan (wuduh), implikasi/dalalah (dilalah), dan cakupan (syumul). Uangkapan-ungkapan ini sekaligus merepresentasikan metode-metode penggalian makna/hukum, sehingga menjadi perhatian bersama diseluruh mazhab fikih. Dalil-dalil rasional berbasis nas ini mengintroduksi sumber-sumber sekunder yaitu ijmak, qiyas, kemaslahatan, istihsan, pendapat imam, pendapat sahabat, pemblokiran sarana yang mengaarah kepada mudarat (sad al-zarai), urf, pengamalan penduduk Madinah, dan asumsi kesinambungan atau istishab. Para fakih yang mengesahkan salah satu atau beberapa dari sumber-sumber sekunder ini, mendasarkan pengesahan mereka pada dalil nas juga. Jadi menurut Jasser perbedaan anatar nas dan sumber-sumber sekunder sebenarnya adalah perbedaan antara dalil lingistik dan dalil rasional, namun keduanya sama-sama didasarkan kepada nas.
Bab kelima, membahas tentang teori kontemporer hukum Islam, yang dimulai dari suatu survei klasifikasi kontemporer teori-teori hukum Islam dan menyajikan klasifikasi baru berdasarkan konsep dan multidimensional. Analisis yang disajikan bab ini akan menunjukan bagaimana teori-teori kontemporer mengesahkan atau mengkritik teori-teori klasik hukum Islam. survei klasifikasi berbagai kecenderungan dan ideology Islam saat ini masih berkisar pada tipologi tiga kelas klasik yaitu fundamentalisme, modernism, dan sekularisme. Kecenderungan-kecenderungan utama dalam teori hukum Islam kontemporer saat ini adalah tradisionalisme, modernism dan posmodernisme. Tradisionalisme mengcakup aliran-aliran tradisionalisme bermazhab, neo-tradisionalis bermazhab, neo-literalis dan teori-teori berbasis teologi. Modernis Islam mengcakup aliran-aliran reinterpretasi apologis, reinterprestasi reformis, reinterprestasi terarah oleh dialog, teori-teori terarah oleh kemaslahatan dan revisionism usul. Posmodernis mencangkup aliran-aliran pos-strukturalisme, historisme, studi legal kritis, pos-kolonialisme, neo-rasionalisme, anti-rasionalisme dan sekularisme.
Bab keenam, mengidentifikasi area-area tertentu di mana filsafat sistem dapat memberikan kontribusi terhadap ushul fikih agar hukum Islam dapat diperbaharui dan senantiasa hidup. Dengan cara menggunakan pendekatan sistem yang memanfaatkan fitur-fitur sistem yaitu watak kognitif sistem (cognitive nature of systems), kemenyeluruhan (wholeness), keterbukaan (openess), hierarki yang saling mempengaruhi (interrelated hierarchy), multidimensionalitas (multi-dimensionality) dan kebermaksudan (purposefulness) dalam hukum Islam. serta metode-metode untuk merealisasikan fitur-fitur tersebut dalam metodelogi fundamental hukum Islam. pertama, menuju validasi kognisi menegaskan bahwa ijtihad tidak boleh digambarkan sebagai perwujudan perintah tuhan, walaupun ijtihad tersebut berdasarkan ijmak dan qiyas. Kedua, menuju realisasi fitur kemenyeluruhan yang dianjurkan terhadap sistem hukum Islam, menelusuri dampak pemikiran yuridis yang didasarkan prinsip sebab-akibat, dimana sebuah hukum dianggap memiliki satu sebab atau illat berbentuk satu nas. Ketiga, menuju realisasi fitur keterbukaan dan pembaharuan diri dalam sistem hukum Islam, dengan menyarankan perubahan-perubahan hukum dengan perubahan pandangan dunia atau kultur kognitif para fakih dan keterbukaan filosofis. Keempat, menuju raihan fitur multidimensionalitas dalam sistem hukum Islam, akar-akar pemikiran biner yang mendominasi mazhab-mazhab fikih telah dilacak. Kelima, beberapa saran usuli khusus yang dibuat untuk mendukung fitur kebermaksudan dalam hukum Islam, antara lain implikasi maksud, penafsiran terhadap sumber primer, qiyas melalui maqasid, kemaslahatan yang koheren dengan maqasid, istihsan berdasarkan maqasid, pembukaan sarana untuk meraih kemaslahatan dari maqasid, urf dan maqasid universal, istishab dari perspektif maqasid, maqasid sebagai landasan umum bagu mazhab-mazhab fiqkih.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka pada bagian penutup ini penulis ingin menggarisbawahi point penting. Teori maqasid syariah dan teori sistem, yang diperkenalkan oleh Jasser Auda, telah menjadikan ushul fiqh sebagai disiplin modern, hingga mampu memberikan solusi terhadap persoalan hukum umumnya, hukum Islam khususnya. Dan dalam mengaplikasikan kedua teori ini, Jasser Auda telah menetapkan wilayah khas dan spesifik, ini telah ia uraikan dalam bukunya secara konsisten dan runtut.
Comments
Post a Comment